REAKSI FUSI MATAHARI
Pendahuluan
Matahari yang setiap hari
memancarkan sinarnya ke bumi dan juga ke planet-planet lain yang ada pada
tatasurya kita, adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup yang ada di
bumi ini. Pemancaran energi matahari yang sampai ke bumi telah berlangsung
terus menerus sejak kurang lebih 5.000.000.000 tahun yang lalu dan akan terus
berlangsung sampai waktu yang belum diketahui. Energi matahari yang seakan-akan
tak akan habis tersebut, menarik untuk diamati karena sumber energi matahari
tersebut ternyata berasal dari reaksi thermonuklir yang sangat dahsyat dan
menghasilkan panas dalam orde jutaan derajat celcius. Oleh karena sumber energi
matahari berasal dari reaksi thermonuklir, berarti energinya bisa berkurang dan
pada akhirnya akan habis manakala reaktan yang terlibat dalam reaksi
thermonuklir telah habis bereaksi. Apabila reaktan yang bereaksi telah habis,
maka matahari akan padam dan ini berarti kematian bagi semua makhluk hidup yang
ada di bumi ini. Tulisan ini akan membahas bagaimana reaksi thermonuklir bisa
terjadi di matahari, berapa panas yang dihasilkannya dan kapan reaksi
thermonuklir akan berhenti atau kapan matahari akan padam.
Suhu Matahari
Menurut para ahli astronomi modern
yang mempelajari keberadaan bintang-bintang di jagat raya ini, matahari kita
adalah salah satu bintang diantara 100.000.000 bintang yang ada pada suatu
kelompok atau galaksi yang disebut dengan kelompok bintang "Milky
Way". Matahari sebenarnya adalah suatu bintang yang besarnya termasuk
rata-rata dibandingkan dengan ukuran bintang-bintang lainnya. Banyak bintang
lainnya yang ukurannya jauh lebih besar dari pada ukuran matahari kita.
Diameter matahari 1.400.000 kilometer yang berarti 100 kali diameter bumi.
Gravitasi matahari lebih kuat dari pada gravitasi di bumi, yaitu 28 kali lebih
kuat dari pada gravitasi bumi. Cahaya bintangpun ada yang jauh lebih terang
yang berarti suhunya juga jauh lebih panas dari pada suhu matahari kita.
Matahari tampak sangat besar dibandingkan dengan bintang-bintang yang tersebar
di jagat raya ini karena letaknya yang relatif sangat dekat dengan bumi, yaitu
sekitar 150.000.000 kilometer. Bintang yang paling dekat dengan bumi adalah
bintang Alpha Centauri yang jaraknya 40.000.000.000.000 kilometer dari bumi.
Bagaimana kedudukan matahari terhadap bumi dan planet-planet lainnya dalam tata
surya kita dapat dilihat pada Gambar 1. Matahari sebagai dapur nuklir
menghasilkan panas yang sangat amat tinggi hasil dari reaksi thermonuklir yang
terjadi di matahari. Suhu pada pusat matahari (pada inti) diperkirakan mencapai
lebih dari 14.000.000 ºC, sedangkan suhu permukaannya relatif dingin, yaitu
sekitar 5.000 - 6.000 ºC. Struktur matahari terdiri atas beberapa bagian, yaitu
yang ada di pusat disebut "inti matahari", kemudian bagian antara
inti matahari sampai dengan permukaan matahari disebut "photosphere".
Pada permukaan terdapat bagian yang disebut dengan "sunspots" yang
tampak lebih gelap, karena suhunya memang relatif lebih dingin dibandingkan
dengan bagian lain. Sunspots bersuhu sekitar 4000 ºC, lebih dingin bila dibandingkan
dengan suhu pada permukaan matahari, sehingga wajar bila tampak lebih gelap
kalau dilihat dengan "coronagraph".
Atmosfer Matahari
Atmosfir matahari terletak di atas permukaan matahari
yang sebagian besar berupa gas Hidrogen. Atmosfir matahari terdiri atas 2 bagian
utama, yaitu "chromospher" dan "corona". Bagian
chromosphere dapat mencapai ketebalan 12.000 kilometer dari permukaan matahari,
sedangkan bagian corona tampak bagaikan mahkota berwarna putih yang melingkari
matahari. Corona dapat mencapai ketinggian ratusan ribu bahkan dapat sampai
jutaan kilometer dari permukaan matahari.
Suhu pada chromosphere dan pada
corona sangat jauh berbeda. Chromosphere yang terletak pada permukaan matahari
bersuhu kurang lebih 5.000 ºC, sedangkan suhu pada daerah corona dapat mencapai
sekitar 10.000 - 100.000 ºC, atau bahkan dapat lebih tinggi lagi. Suhu corona
yang jauh lebih panas dari pada suhu chromosphere, padahal letaknya lebih jauh
dari inti matahari sempat menimbulkan pertanyaan diantara para ahli astronomi
dan astrofisika. Suhu yang lebih tinggi pada bagian corona ternyata disebabkan
karena adanya "kejutan gelombang yang sangat kuat" yang berasal dari
gerakan turbulen photosphere yang memanaskan lapisan gas pada corona. Selain
dari itu, pada permukaan chromosphere sering terjadi lidah api akibat letusan
ataupun ledakan gas yang ada pada permukaan chromosphere. Letusan atau ledakan
yang menimbulkan lidah api ini sering disebut dengan "prominence".
Lidah api ini dapat mencapai ketinggian ratusan ribu kilometer dari permukaan
chromosphere. Prominence ini dapat dilihat jelas pada saat terjadi gerhana
matahari total.
Peristiwa lain yang terjadi pada
permukaan chromosphere adalah timbulnya filament gas akibat gerakan gas
chromosphere yang panas. Filament gas ini tampak pada permukaan chromosphere
sebagai sel-sel kasar yang disebut "supergranulation".
Peristiwa-peristiwa tersebut di atas terjadi silih berganti yang menyebebkan
timbulnya "plage" dan "flare". Plage adalah keadaan
matahari pada saat panas dan bercahaya terang. Sedangkan flare adalah semburan
energi tinggi dari permukaan matahari, berupa radiasi partikel sub atomik.
Radiasi partikel sub atomik ini dapat sampai ke atmosfir bumi dan memicu
terjadinya reaksi inti yang merupakan sumber radiaasi kosmogenis.
Reaksi Thermonuklir
Sudah sejak lama orang memikirkan
dari mana asal energi matahari yang begitu panas dan setiap hari dipancarkan ke
bumi, namun sampai saat ini belum juga habis sumber energi tersebut. Sampai
dengan pertengahan abad ke 19, pada saat orang belum mengenal reaksi nuklir,
orang masih menganggap bahwa energi matahari berasal dari bola api besar yang
sangat panas. Kalau benar bahwa matahari berasal dari bola api besar, lantas
timbul pertanyaan apa yang menjadi bahan bakar bola api tersebut? Para ilmuwan pada
saat itu belum bisa menjawab dengan tepat. Mungkinkah kayu, batubara, minyak
atau bahan bakar lainnya yang terdapat di matahari yang dibakar berdasarkan
reaksi kimia biasa sehingga timbul bola api besar tersebut? Kalau benar
bahan-bahan tersebut dibakar untuk menghasilkan energi matahari, maka
berdasarkan perhitungan reaksi kimia, energi yang dihasilkan hanya dapat
bertahan beberapa ribu tahun saja. Setelah itu matahari akan padam. Padahal
matahari telah memancarkan energinya sejak ratusan juta bahkan orde milyard
tahun yang lalu. Dengan demikian maka anggapan bahwa sumber energi matahari
tersebut berasal dari kayu, batubara, minyak atau bahan bakar lainnya adalah
tidak benar. Para ahli astronomi dan juga astrofisika pada saat ini telah
memperkirakan bahwa unsur-unsur kimia yang ada di bumi juga terdapat di
matahari. Akan tetapi sebagian besar unsur kimia yang terdapat di matahari
tersebut, sekitar 80% berupa gas Hidrogen. Sedangkan unsur kedua yang banyak
terdapat di matahari adalah gas Helium, kurang lebih sebanyak 19 % dari seluruh
massa matahari. Sisanya yang 1 % terdiri atas unsur-unsur Oksigen, Magnesium,
Nitrogen, Silikon, Karbon, Belerang, Besi, Sodium, Kalsium, Nikel serta
beberapa unsur lainnya. Unsur-unsur kimia tersebut bercampur menjadi satu dalam
bentuk gas sub atomik yang terdiri atas inti atom, elektron, proton, neutron
dan positron. Gas sub atomik tersebut memancarkan energi yang amat sangat panas
yang disebut "plasma". Energi matahari dipancarkan ke bumi dalam
berbagai macam bentuk gelombang elektromagnetis, mulai dari gelombang radio
yang panjang maupun yang pendek, gelombang sinar infra merah, gelombang sinar
tampak, gelombang sinar ultra ungu dan gelombang sinar -x. Secara visual yang
dapat ditangkap oleh indera mata adalah sinar tampak, sedangkan sinar infra
merah terasa sebagai panas. Bentuk gelombang elektromagnetis lainnya hanya
dapat ditangkap dengan bantuan peralatan khusus, seperti detektor nuklir
berikut piranti lainnya. Pada saat matahari mengalami plage yang mengeluarkan
energi amat sangat panas, kemudian diikuti terjadinya flare yaitu semburan
partikel sub atomik keluar dari matahari menuju ke ruang angkasa, maka pada
sistem matahari diperkirakan telah terjadi suatu reaksi thermonuklir yang
sangat dahsyat. Keadaan ini diduga pertama kali pada tahun 1939 oleh seorang
ahli fisika Amerika keturunan Jerman bernama Hans Bethe. Menurut Bethe, energi
matahari yang amat sangat panas tersebut disebabkan oleh karena terjadi reaksi
fusi atau penggabungan inti ringan menjadi inti yang lebih berat. Reaksi
thermonuklir yang berupa reaksi fusi tersebut adalah penggabungan 4 inti
Hidrogen menjadi inti Helium, berdasarkan persamaan reaksi inti berikut
ini:
(H1 + H1 -> H2 + Beta+ + v + 0,42 MeV) x 2
(H1 + H2 -> He3 + Gamma + 5,5 MeV) x 2
He3 + He3 -> He4 + 2H1 + 12,8 MeV
---------------------------------------- +
H1 -> He4 + 2Beta+ + 2Gamma + 2v + 24,64 MeV
Menurut Bethe, reaksi inti yang serupa reaksi fusi tersebut di atas, dapat menghasilkan energi panas yang amat sangat dahsyat. Selain dari itu, karena sebagian besar massa matahari tersebut tersusun oleh gas Hidrogen (80%) dan gas Helium (19%), maka masih ada kemungkinan terjadinya reaksi fusi lain berdasarkan reaksi rantai proton-proton sebagai berikut:
H1 + H1 -> H2 + Beta+ + v
H1 + H2 -> He3 + Gamma
He3 + He4 -> Be7 + Gamma
Be7 + Beta+ -> Li7 + Gamma + v
------------------------------------ +
Li7 + H1 -> He4 + He4
Terbentuknya gas Helium berdasarkan reaksi thermonuklir tersebut di atas juga menghasilkan energi yang amat sangat panas. Kemungkinan lain, gas Helium juga dapat terbentuk melalui reaksi nuklir berikut ini :
Be7 + H1 -> B8 + Gamma
B8 -> Be8 + Beta+ + v
Be8 -> He4 + He4
Walaupun reaksi inti tersebut di atas sudah dapat menghasilkan energi yang amat sangat panas, ternyata masih ada kemungkinan lain untuk terjadinya reaksi thermonuklir matahari yang menghasilkan energi yang jauh lebih dahsyat dan lebih panas lagi. Reaksi thermonuklir tersebut akan mengikuti reaksi inti rantai Karbon - Nitrogen sebagai berikut:
C12 + H1 -> N13 + Gamma
N13 -> C13 + Beta+ + v
C13 + H1 -> N14 + Gamma
N14 + H1 -> O15 + Gamma
O15 -> N15 + Beta+ + v
N15 + H1 -> C12 + He4
Reaksi ratai Karbon - Nitrogen tersebut di atas, menghasilkan panas yang jauh lebih panas dari pada reaksi rantai Proton - Proton maupun reaksi fusi Hidrogen menjadi Helium. Reaksi-reaksi thermonuklir tersebut di atas dapat terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya ini. Reaksi thermonuklir sejauh ini dianggap sebagai sumber energi matahari maupun energi bintang. Bintang yang bersinar lebih terang dari pada matahari kita yang berarti pula bahwa suhunya jauh lebih panas, maka reaksi thermonuklir yang terjadi pada bintang tersebut pada umumnya akan mengikuti reaksi rantai Karbon - Nitrogen.
(H1 + H2 -> He3 + Gamma + 5,5 MeV) x 2
He3 + He3 -> He4 + 2H1 + 12,8 MeV
---------------------------------------- +
H1 -> He4 + 2Beta+ + 2Gamma + 2v + 24,64 MeV
Menurut Bethe, reaksi inti yang serupa reaksi fusi tersebut di atas, dapat menghasilkan energi panas yang amat sangat dahsyat. Selain dari itu, karena sebagian besar massa matahari tersebut tersusun oleh gas Hidrogen (80%) dan gas Helium (19%), maka masih ada kemungkinan terjadinya reaksi fusi lain berdasarkan reaksi rantai proton-proton sebagai berikut:
H1 + H1 -> H2 + Beta+ + v
H1 + H2 -> He3 + Gamma
He3 + He4 -> Be7 + Gamma
Be7 + Beta+ -> Li7 + Gamma + v
------------------------------------ +
Li7 + H1 -> He4 + He4
Terbentuknya gas Helium berdasarkan reaksi thermonuklir tersebut di atas juga menghasilkan energi yang amat sangat panas. Kemungkinan lain, gas Helium juga dapat terbentuk melalui reaksi nuklir berikut ini :
Be7 + H1 -> B8 + Gamma
B8 -> Be8 + Beta+ + v
Be8 -> He4 + He4
Walaupun reaksi inti tersebut di atas sudah dapat menghasilkan energi yang amat sangat panas, ternyata masih ada kemungkinan lain untuk terjadinya reaksi thermonuklir matahari yang menghasilkan energi yang jauh lebih dahsyat dan lebih panas lagi. Reaksi thermonuklir tersebut akan mengikuti reaksi inti rantai Karbon - Nitrogen sebagai berikut:
C12 + H1 -> N13 + Gamma
N13 -> C13 + Beta+ + v
C13 + H1 -> N14 + Gamma
N14 + H1 -> O15 + Gamma
O15 -> N15 + Beta+ + v
N15 + H1 -> C12 + He4
Reaksi ratai Karbon - Nitrogen tersebut di atas, menghasilkan panas yang jauh lebih panas dari pada reaksi rantai Proton - Proton maupun reaksi fusi Hidrogen menjadi Helium. Reaksi-reaksi thermonuklir tersebut di atas dapat terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya ini. Reaksi thermonuklir sejauh ini dianggap sebagai sumber energi matahari maupun energi bintang. Bintang yang bersinar lebih terang dari pada matahari kita yang berarti pula bahwa suhunya jauh lebih panas, maka reaksi thermonuklir yang terjadi pada bintang tersebut pada umumnya akan mengikuti reaksi rantai Karbon - Nitrogen.
Kapan Matahari Akan Padam?
Pertanyaan kapan matahari akan padam
adalah suatu pertanyaan yang sulit dijawab dengan pasti, apalagi kalau harus
membuktikan kebenarannya. Namun sama halnya dengan keingintahuan manusia untuk
mengetahui berapa umur bumi atau kapan terbentuknya bumi ini, maka para ahlipun
berusaha dengan akalnya untuk memperkirakan kapan matahari akan padam. Seperti
telah diterangkan di muka, bahwa matahari akan padam manakala reaksi
thermonuklir di matahari telah berhenti. Apabila matahari padam, maka kehidupan
di muka bumi akan berhenti. Secara empiris telah dapat dibuktikan bahwa ada
bintang yang pada mulanya bersinar terang, akan tetapi kemudian sinarnya makin
redup dan akhirnya padam. Keadaan ini telah direkam oleh teleskop angkasa luar
hubble. Atas dasar ini maka dapat saja matahari pada suatu saat akan padam.
Seorang fisikawan Jerman, Hermann von Helmholtz, pada tahun 1825 mengamati
perkembangan matahari yang ternyata diameter matahari setiap tahunnya menyusut
85 m. Kalau pengamatan Helmholtz benar, maka berdasarkan perhitungan penyusutan
diameter matahari, umur matahari hanya akan bertahan untuk waktu 20.000.000
sampai dengan 25.000.000 tahun sejak matahari mengalami penyusutan. Untuk kurun
waktu itu, teori Helmholtz ini cukup memuaskan para ilmuwan, sebelum akhirnya
digugurkan oleh teori reaksi thermonuklir yang masih bertahan sampai saat ini.
Atas dasar teori thermonuklir sudah barang tentu teori Helmholtz menjadi tidak
benar, karena dalam kenyataannya matahari telah bersinar sejak orde
5.000.000.000 tahun yang lalu atau bahkan lebih dari itu, suatu umur yang
melebihi perkiraan Helmholtz. Reaksi thermonuklir yang dikemukakan oleh Hans
Bethe seperti yang telah diuraikan di muka, sebenarnya mirip dengan reaksi
kimia konvensional dalam arti bahwa reaksi masih dapat berlangsung selama masih
tersedia unsur atau reaktan yang menyebabkan terjadinya proses reaksi
thermonuklir tersebut. Pada reaksi thermonuklir yang terjadi di matahari,
sebagai reaktan utama adalah gas Hidrogen. Para ahli astronomi dan astrofisika
berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur matahari, maka pemakaian Hidrogen
untuk reaksi thermonuklir dalam rangka mendapatkan energi yang amat sangat
panas makin bertambah. Pada peristiwa ini energi yang dihasilkan oleh reaksi thermonuklir
juga bertambah, sehingga energi radiasi yang dipancarkan matahari juga
bertambah. Hal ini berarti pula suhu atmosfir bumi akan naik dan bumi akan
terasa makin panas.
Apabila pendapat para ahli astronomi
dan astrofisika tersebut benar, yaitu dengan bertambahnya umur matahari akan
membuat persediaan gas Hidrogen pada permukaan matahari berkurang, maka jelas
bahwa cepat atau lambat matahari pada akhirnya akan padam. Berdasarkan teori
ini energi radiasi matahari diperkirakan masih dapat bertahan untuk jangka
waktu kurang lebih 10.000.000.000 tahun lagi, setelah itu matahari padam.
Contohnya adanya bintang yang pada saat ini sedang dalam proses menuju ke
keadaan padam, telah dapat direkam gambarnya oleh teleskop ruang angkasa
Hublle. Hal ini secara empiris menunjukkan kemungkinan yang sama dapat terjadi
pada matahari kita. Namu apa yang terjadi akan terjadi sebelum waku
10.000.000.000. tahun tersebut terjadi? Secara teori dalam perjalanan menuju
waktu 10.000.000.000. tersebut, suhu atmosfir bumi akan naik terus karena
energi radiasi yang datang dari matahari bertambah panas. Keadaan ini akan
menyebabkan es yang ada di kutub utara dan selatan akan mencair yang
mengakibatkan tenggelammnya beberapa daratan atau garis pantai akan bergeser ke
arah daratan. Kota-kota yang berada di pantai akan tenggelam. Ini baru
merupakan bencana awal bagi kehidupan manusia di muka bumi ini. Bencana
berikutnya adalah menguapnya semua air yang ada di bumi ini, karena suhu
atmosfir bumi makin panas yang pada akhirnya tidak ada lagi air di muka bumi
ini. Bumi yang menjadin kering kerontang tanpa air sama sekali dan suhunya yang
panas menyebabkan berakhirnya kehidupan di muka bumi ini. Keadaan ini aka
terjadi menjelang waktu mendekati 10.000.000.000 tahun yang akan datang.
Pada saat matahari kehabisan reaktan
gas Hidrogen, maka reaksi thermonuklir benar-benar akan berhenti dan ini
berarti matahari padam. Matahari yang telah padam ini akan mengeci;l
(menyusust) menjadi suatu planet kecil yang dingin membeku yang disebut "White
dwarf" atau si kerdil putih yang bukan matahari lagi! Contoh bintang atau
planet yang sudah menjadi "white dwarf" di jagat raya ini cukup
banyak, salah satunya planet bintang yang pada saat ini sedang menuju kematian
seperti yang direkam oleh teleskop ruang angkasa Hubble. Sekali lagi keadaan
tersebut akan terjadi 10.000.000.000 tahun yang akan datang. Keterangan ini
merupakan jawaban untuk pertanyaan kapan reaksi thermonuklir di matahari
berhenti atau matahari padam.
Daftar Acuan
:
1.
Wisnu Arya Wardhana, 1996, radioekologi, Andi Offset,
Yogyakarta.
2.
Wisnu Arya Wardhana, 2000, Energi Via Satelite Sebuah
gagasan untuk Abab 21, Majalah Energi Edisi No. 7, Yogyakarta.
3.
Wisnu Arya Wardhana, 2000, Matahri sebagai Sumber
Energi, bahan Ceramah Siaran Interaktif Khasanah Iptek, Radio Bikima,
Yogyakarta
4.
Kaplan, Irving, 1979, Nuclear Physiscs, Addison Wesle
Inc, London>
5.
The Sun , 1982, New Book Of Popular Science, Volume
II, Grolier Inc, USA.
6.
Glasstone, Samuel, 1971, Source Book on Atomic Energy,
Van Nostrand, New Jersey.
Sumber Artikel :
(http://rodhanzulkifli.blogspot.co.id/2012/12/reaksi-fusi-matahari.html)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar